Tayang Perdana: Istirahat (Andrianos Otjo) dan Pertunjukan Keluar dari Limbo (Betharia Nurhadist dan Indravan Prasetyo) | Diskusi dengan Dr. Antje Misbach, Dr. Dave Lomenta, Andrianus Otjo, Renaud Ariviansyah, Hamzah, Alex
Lebih dari 14.000 pengungsi tinggal di Indonesia. Banyak yang datang ke sini untuk pindah ke negara lain seperti Australia atau Amerika Serikat melalui program pemukiman kembali PBB. Mereka seringkali menunggu bertahun-tahun dalam ketidakpastian. Ada yang tumbuh besar di sini, belajar bahasa, berteman, dan jatuh cinta pada negara dan masyarakatnya. Namun mereka tidak bisa tinggal karena Indonesia belum menandatangani Konvensi Pengungsi PBB tahun 1951 dan tidak menerima pengungsi. Kedua film tersebut menampilkan kehidupan para pengungsi muda di Makassar dan Jakarta serta persahabatan mereka dengan orang Indonesia.
waktu istirahat
Sutradara: Andrianus Oytjo
Dua ribu pengungsi tinggal di Makassar di bawah pengawasan Komisi Hak Asasi Manusia PBB, menunggu pemukiman kembali tanpa batas waktu. Mereka tidak bisa belajar atau bekerja. Saat bulan berganti tahun dan kebosanan mulai terasa, mereka harus melawan musuh terbesar mereka: keputusasaan. Film dokumenter ini mengikuti dua pemuda Afghanistan: Mustafa, seorang remaja yang menyukai sepak bola, dan Yama, seorang pemuda karismatik yang seolah-olah kehidupan transit telah mencuri masa mudanya. Keduanya berteman dengan penduduk setempat saat mereka melihat sekilas apa yang bisa terjadi dalam kehidupan. Namun kehidupan mereka menjadi semakin tidak menentu karena para pejabat memberlakukan lebih banyak pembatasan terhadap pergerakan mereka.
Sebuah pertunjukan yang tak terlupakan
Sutradara: Bitharia Nurhadis dan Indrawan Prasetyo
Produser: Rhino Ariviansyah dan Dave Lomenta
Hamzah dan Alex tiba di Indonesia pada tahun 2015 setelah melarikan diri dari wilayah Oromo di Ethiopia. Keduanya tinggal di Jakarta sebagai pengungsi yang menunggu pemukiman kembali. Namun pada usia 24 dan 18 tahun, mereka juga merupakan generasi muda yang memiliki impian dan hasrat. Apakah mereka menunda hidup atau mencari cara untuk menjalaninya? Film dokumenter ini mengikuti Hamzah dan Alex, yang kecintaannya pada musik membawa mereka ke pertemuan tak terduga. Mereka segera berkolaborasi dengan mahasiswa lokal, dosen mereka, dan gitaris Barun, yang ikut mendirikan band populer Indonesia GIGI, untuk menggubah dan menampilkan musik tentang kehidupan dan cinta. Saat mereka bernyanyi dan nge-rap diiringi musik EDM tentang seorang gadis cantik di Stasiun Pondok Sina, batas antara pengungsi dan penduduk setempat mulai kabur.
detail
Goethe House Jakarta
Ciuman Kibudian Jerman
J. Sam Ratulangi 9-15
Jakarta 10350
@@bangsa@@
Bahasa: Inggris, Indonesia
Harga: Masuk gratis | Tanpa registrasi
+62 21 23550208-147
[email protected]
Jalan Sam Ratulangi No. 9-15
Menteng, Jakarta Busat
10350
“Penyelenggara. Ahli media sosial. Komunikator umum. Sarjana bacon. Pelopor budaya pop yang bangga.”
More Stories
Para migran tinggal di pulau tropis terpencil: ‘Terkadang mereka merasa sedikit kesepian’
Pekan Film Indonesia di FNCC – Allgemeine Zeitung
Seorang binaragawan meninggal setelah mengalami kecelakaan menggunakan dumbel seberat 210 kg