Berita Utama

Berita tentang Indonesia

Amerika Serikat dan Indonesia sedang dalam pembicaraan tentang aliansi mineral EV

Amerika Serikat dan Indonesia sedang dalam pembicaraan tentang aliansi mineral EV

Indonesia dan Amerika Serikat telah meluncurkan pembicaraan mengenai potensi kesepakatan mineral kendaraan listrik, yang fokus utamanya adalah nikel.

Periklanan

Amerika Serikat baru-baru ini melakukan pembicaraan awal dengan Indonesia, mengenai potensi kemitraan dengan negara Asia Tenggara tersebut mengenai mineral dan mineral dalam kendaraan listrik.

Pembicaraan ini diusulkan oleh Indonesia, menyusul rancangan undang-undang pengurangan inflasi Amerika, yang mengalokasikan sekitar $400 juta (374 juta euro) untuk meningkatkan efisiensi energi di Amerika Serikat.

Diskusi saat ini sebagian besar terfokus pada nikel, dengan tujuan jangka panjang untuk membentuk rantai pasokan logam kendaraan listrik yang andal. Amerika Serikat memiliki cadangan nikel yang sangat sedikit, dan hanya ada satu tambang nikel di Michigan – Tambang Elang – yang juga diperkirakan akan mengurangi produksinya dalam beberapa tahun ke depan.

Usulan tambang nikel baru di Amerika Serikat, seperti tambang Talon Metals di Minnesota, menghadapi protes keras dari masyarakat lokal dan masyarakat adat. Oleh karena itu, pemerintah AS menghadapi kemarahan yang lebih besar karena tidak memberikan kemudahan bagi pemasok lokal untuk mendapatkan izin tambang nikel.

Sebaliknya, Indonesia juga demikian Produsen nikel terbesar di duniaMewakili sekitar 1,6 juta ton pada tahun 2022, disusul Filipina dan Rusia. Negara ini juga memiliki cadangan nikel sekitar 21 juta ton.

Selain itu, perusahaan ini juga memiliki cadangan kobalt, mineral penting lainnya untuk baterai kendaraan listrik, dan baru-baru ini berinvestasi lebih banyak pada fasilitas penambangan dan pemrosesan kobalt. Negara ini juga merupakan salah satu produsen timah terbesar, yang digunakan untuk meningkatkan kinerja mobil listrik.

Masalah lingkungan

Namun, belum ada yang diresmikan karena AS mengkhawatirkan potensi dampak buruk penambangan nikel terhadap lingkungan.

Saat ini, Indonesia juga tidak memiliki peraturan lingkungan, sosial, dan tata kelola yang kuat untuk dunia usaha. Hal ini dapat mempermudah perusahaan untuk beralih dari praktik penambangan yang aman, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.

Penambangan nikel menyebabkan penggundulan hutan secara besar-besaran serta polusi udara dan air. Hal ini juga dikaitkan dengan berbagai masalah pernapasan dan kesehatan lainnya pada para penambang, sebagian besar disebabkan oleh debu mineral beracun.

Prosesnya memerlukan pembuangan terak nikel dengan sangat hati-hati, seringkali dengan menguburnya dalam-dalam atau menutupinya dengan tanah liat. Dalam beberapa kasus, terak dapat digunakan untuk keperluan drainase.

Kerugian lingkungan ini telah menyebabkan negara-negara penghasil nikel lainnya seperti Filipina dan Australia menutup atau menghentikan sejumlah tambang nikel dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, hal ini tidak banyak membantu mengurangi permintaan nikel untuk kendaraan listrik, karena produsen kini harus menyeimbangkan peningkatan permintaan dengan praktik penambangan berkelanjutan.

Kebutuhan akan peningkatan keberlanjutan telah mendorong pembangunan pabrik pengolahan nikel baru yang lebih besar, meskipun tambang telah ditutup.

Tesla berperan penting dalam meningkatkan permintaan nikel, salah satunya Elon Musk yang menawarkan kontrak besar kepada penambang berkelanjutan.

Masalah lainnya adalah bijih nikel kadar tinggi, atau nikel sulfat, yang juga dikenal sebagai nikel Kelas 1, paling banyak diminati, meski tidak diproduksi dalam skala besar. Sebagian besar nikel yang ditambang di seluruh dunia adalah nikel pig iron, atau nikel kadar rendah. Hal ini memerlukan pengolahan yang lebih banyak, sehingga diperlukan pembangunan pabrik pengolahan baru.

Pasar nikel sendiri telah mengalami banyak gejolak dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia melarang ekspor nikel pada tahun 2020 untuk mendorong lebih banyak produsen mengolah logam tersebut di dalam negeri, yang juga menyebabkan lebih banyak investasi asing di Indonesia.

Penurunan harga nikel di London Metal Exchange tahun lalu, yang mengakibatkan dilarangnya perdagangan nikel untuk sementara waktu, juga semakin melemahkan pasar.

Rusia dan Ukraina memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan mendadak permintaan nikel, karena Rusia merupakan salah satu produsen nikel terbesar. Kemudian, ketika sanksi dijatuhkan pada negara tersebut, pembatasan besar diberlakukan pada Nornickel, perusahaan pertambangan nikel terbesar, dalam mengangkut dan mengekspor logam tersebut.