Berita Utama

Berita tentang Indonesia

Indonesia mengumumkan larangan ekspor minyak sawit

Indonesia mengumumkan larangan ekspor minyak sawit

Larangan ekspor dijadwalkan mulai berlaku pada hari Kamis

Dengan adanya larangan ekspor minyak sawit, Indonesia, sebagai produsen bahan baku nabati terbesar di dunia, ingin memerangi kekurangan dan kenaikan harga di negaranya. Presiden Joko Widodo mengumumkan pada Jumat malam bahwa larangan ekspor akan mulai berlaku Kamis depan. Dia menambahkan bahwa setelah pasar di negara tersebut stabil dan minyak nabati kembali tersedia dengan harga yang wajar, dia akan mengevaluasi kembali keputusan tersebut.

Akibat kelangkaan stok, harga minyak goreng di negara Asia Tenggara itu melonjak tajam dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini memicu protes yang mengancam akan mengganggu stabilitas pemerintahan negara kepulauan yang berpenduduk sekitar 270 juta orang itu.

Ekonom Bhima Yudhisthira, direktur Pusat Masalah Ekonomi dan Hukum yang berbasis di Jakarta, mengkritik keputusan tersebut pada hari Sabtu dan memperingatkan akan adanya protes dari negara-negara pengimpor. Ekspor tidak perlu dihentikan sepenuhnya. Sebaliknya, pemerintah harus memberlakukan peraturan yang mewajibkan eksportir menjual 20% produksinya di pasar lokal. Dede Sitoros dari partai berkuasa, PDI-P, juga memperingatkan bahwa larangan ekspor dapat membahayakan masa depan petani kecil dan perusahaan kelapa sawit skala menengah di negara ini.

Minyak sawit berwarna merah kecoklatan diperoleh dari inti minyak sawit. Ada juga minyak inti sawit yang terbuat dari biji buahnya. Minyak sawit terutama digunakan di Asia untuk menggoreng dan menggoreng. Namun juga terdapat pada banyak makanan, misalnya pada margarin, coklat, olesan yang mengandung coklat, es krim, makanan yang dipanggang, pizza dan produk jadi lainnya. Minyak sawit juga dicampur ke dalam pakan ternak, dan deterjen, sabun, kosmetik, lilin, dan pelumas mengandung minyak sawit dalam persentase yang tinggi. Bahan bakunya juga digunakan untuk biofuel. Indonesia telah dikritik karena menghancurkan hutan hujannya untuk menanam kelapa sawit.

READ  Pameran Seni Internasional di Kassel: Bukan budaya umum